Kamis, 30 Maret 2017

Keterampilan berfikir kreatif

Berpikir Kreatif adalah menghubungkan ide atau hal-hal yang sebelumnya tidak berhubungan. Dalam kenyataan teknik modern timbul semboyan yang menarik (jargon) atau istilah khas yang menjadi bahasa golongan tertentu. Begitu pula tak terkecuali Berpikir Kreatif yang memiliki empat kata khas yaitu imajinatif. Tidak dapat diramalkan. Divergen dan lateral. Nicholl (Rohaeti, 2008 : 18) mengatakan bahwa langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menjadi orang kreatif adalah: mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya; berpikir empat arah; memunculkan banyak gagasan; mencari kombinasi terbaik dari gagasan-gagasan itu; memutuskan mana kombinasi terbaik; dan melakukan tindakan.
Pembahasan mengenai definisi kreativitas tersebut menunjukkan adanya keragaman perspektif mengenai kreativitas. Keragaman tersebut memberikan tantangan terkait pemaknaan terhadap bagaimana upaya mengembangkan berpikir kreatif siswa melalui pembelajaran sains. Walaupun beragam definisi setidaknya dapat disimpulkan dasar dari pembelajaran berbasis kreativitas: 1) setiap siswa memiliki potensi untuk kreatif; dan 2) kreativitas berkenaan dengan upaya memadukan komponen yang belum padu menjadi lebih bermakna.
Kreativitas dalam pembelajaran sains secara umum berkenaan dengan kreativitas akademik. Menurut Torrance & Goff (1990), kreativitas akademik merupakan ‘process of thinking about, learning and producing information in school subjects such as science, mathematics and history’. Dalam hal belajar sains siswa pada dasarnya lebih menyukai belajar kreatif daripada menghafal informasi yang diberikan guru. Belajar kreatif dipandang akan mempercepat pemahaman siswa karena dapat mengembangkan kemampuan menghubungkan aktivitas imajinatif; menjadi imajinatif menunjukkan kemampuan untuk menginterpretasi sesuatu secara tidak biasa. Sementara itu, Standler (1998) mencoba membedakan kreativitas dengan intelejensia: orang yang pandai memiliki kemampuan untuk belajar dan berpikir, sementara orang yang kreatif melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Namun demikian, pada dasarnya kedua jenis kemampuan tersebut saling mendukung dan mengembangkan.
Dalam konteks pendidikan di sekolah, Cropley (1992) mengajukan definisi pembelajaran berbasis kreativitas sebagai proses yang mengembangkan kapasitas untuk memperoleh gagasan. Hal serupa dikemukakan oleh Higgins (1994) yang mendefinisikan kreativitas sebagai "the process of generating something new that has value" yang berkaitan dengan istilah inovasi yang diartikan sebagai "a creation that has a significant value".
B. KREATIVITAS DAN SAINS: KARAKTER ILMUWAN DAN SISWA YANG KREATIF

Sejarah sains menunjukkan bahwa dalam setiap generasi terlahir ilmuwan yang menghasilkan karya yang bermanfaat, inovatif dan bermakna untuk pemecahan masalah kehidupan. Mereka adalah ilmuwan yang kreatif. Weisberg (1986) membedakan kriteria antara ilmuwan yang kreatif dan yang kurang kreatif. Pertama, ilmuwan yang kreatif memiliki pola pikir yang fleksibel dan pemikiran yang berbeda (new ideas) yang efektif dan etis. Hal ini yang menyebabkan kelompok ini dapat menghindari upaya-upaya yang tidak produktif dan memiliki pendekatan yang berbeda terhadap suatu pemecahan masalah. Kedua, ilmuwan yang kreatif bersifat terbuka terhadap permasalahan yang dihadapi sehingga menjadikannya lebih mampu mengeksplorasi pengalaman baru dan mengamati fenomena secara cermat. Karakteri inilah yang menjadikan mereka dapat mengenali potensi yang ada untuk menghasilkan suatu terobosan (breakthrough).
Dalam konteks pendidikan sains, walaupun tidak semua siswa akan menjadi saintis (cf. Suratno, 2007), penekanan pada berpikir kreatif menjadi penting. Sebagaimana dikemukakan oleh banyak pakar pendidikan sains (e.g. Suratno, 2006; Osborne, 2005; Leach & Scott, 2000), terdapat kesamaan pola pikir generik antara saintis dengan siswa. Dalam konteks berpikir kreatif, dua karakteristik yang telah dijelaskan di muka membagi siswa ke dalam dua kelompok: siswa yang kreatif dan siswa yang kurang kreatif. Dalam hal ini, siswa yang kreatif memiliki pemikiran yang fleksibel terhadap berbagai kemungkinan variabel yang melekat pada suatu fenomena (berpikir multiperspektif. Fleksibilitas ini menjadikan siswa kreatif bersifat terbuka terhadap berbagai pengalaman sehingga menjadi peka terhadap permasalahan dan berbagai atribut dari suatu fenomena.
Siswa yang kreatif memiliki kecenderungan untuk tidak cepat puas terhadap suatu penjelasan. Biasanya mereka bersikap skeptik, mempertentangkan ataupun berusaha menilai argumentasi dari suatu penjelasan (cf. Osborne, 2005; Suratno, 2007). Selain itu, siswa yang kreatif memiliki sifat elaboratif: menganalisis detail dari suatu penjelasan atau fenomena yang mereka temukan (discovery) atau selidiki (investigation) (Meador, 1997).
Kesamaan tersebut juga dapat dilihat dari kerangka pikir yang dikembangkan oleh Torrance (1996) dalam menganalisis tingkat kreativitas. Fluency (fasih) berkenaan dengan
jumlah gagasan yang dihasilkan, fleksibilitas terkait dengan ragam pendekatan/metode dan originalitas berkenaan dengan ‘kebaruan’ (novelty) atau keunikan dari gagasan yang dihasilkan Identifikasi karakteristik siswa yang kreatif tersebut dapat menjadi dasar dalam pengembangan strategi belajar yang mendukung bagaimana siswa dapat berpikir kreatif dalam pembelajaran sains.
process of generating something new that has value" yang berkaitan dengan istilah inovasi yang diartikan sebagai "a creation that has a significant value". Oleh karena itu, pembelajaran sains berbasis kreativitas menekankan pada fasilitasi siswa untuk menghasilkan gagasan baru yang efektif dan etik (memiliki makna dan nilai). Dalam hal ini, kreativitas tidak hanya terkait gagasan baru, tetapi bagaimana gagasan baru tersebut dapat memecahkan masalah secara efektif (berguna/bermanfaat) dan memiliki nilai etis (tepat, tidak bermasalah secara normatif). Kreativitas bukanlah berpikir imajinatif secara liar, tetapi lebih kepada berpikir kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapi secara tepat (Craft, 2000).
Walaupun terdapat berbagai definisi mengenai kreativitas, sebagian besar pakar memiliki kesepahaman terkait dengan lima fase dari proses kreatif (Guilford, 1975; Idris, 2006). Pertama, Fase Persiapan, memperoleh gagasan, merasakan dan mendefinisikan masalah. Kedua, Fase Konsentrasi, memfokuskan pada masalah tertentu. Ketiga, Fase Inkubasi, keluar dari permasalahan –hipotesis pemecahan masalah. Keempat, Fase Iluminasi, kemunculan gagasan. Kelima, Fase Elaborasi, pengujian gagasan. Kelima fase tersebut mencerminkan bahwa proses pembelajaran yang menekankan pada kreativitas siswa membutuhkan struktur tugas yang memfasilitasi proses menghasilkan gagasan dan ragam pemecahan masalah, bukan drilling, pemahaman permukaan ataupun pembahasan satu jawaban tertentu (Torrance, 1982).

C. Keterampilan Berfikir Kreatif
     Keterampilan berpikir kreatif adalah keterampilan kognitif untuk memunculkan dan mengembangkan gagasan baru, ide baru sebagai pengembangan dari ide yang telah lahir sebelumnya dan keterampilan untuk memecahkan masalah secara divergen (dari berbagai sudut pandang). Dalam penelitian ini keterampilan berfikir kreatif yang diukur mencakup empat aspek (William dalam Munandar, 1987: 88-91) yaitu: (1) fluency (berpikir lancar), (2) flexibility (berpikir luwes), (3) originality (orisinalitas berpikir), (4) elaboration (penguraian). Untuk mengukur keterampilan berpikir kreatif ini digunakan tes uraian untuk memperoleh data keterampilan berpikir kreatif sebelum dan sesudah pembelajaran.

Jumat, 24 Maret 2017

Pemanasan Global



Pemanasan global (bahasa Inggris: Global warming) adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca pada masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas kalor lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem,[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi pada masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.
Penyebab pemanasan global
Efek rumah kaca
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer Bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, sulfur dioksida dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan suhu rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.
Efek umpan balik
Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembapan relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.
Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke empat.[3]
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika suhu global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.
  • Meningkatnya Gas Rumah Kaca : Gas-gas memiliki sifat yang memerangkap panas, sehingga panas yang terpantul dari permukaan bumi tidak dapat diteruskan ke cahaya akibat dari gas tersebut, gas-gas tersebut adalah gas rumah kaca. Gas yang paling berperan adalah karbon dioksida (CO2). penyebab meningkatnya karbon dioksida adalah pembakaran bahan bakar batu bara, pembakaran minyak bumi, pembakaran gas alam. 
  • Penggunaan CFC yang Tidak Terkontrol : CFC atau Cloro Flour Carbon adalah bahan kimia yang digabungkan menjadi sebuah bahan untuk memproduksi peralatan, terkhusus pada peralatan rumah tangga. CFC terdapat pada kulkas dan AC. 
  • Polusi Kendaraan berbahan bakar bensin : Kendaraan memberikan penyebab terbesar dalam terjadi pemanasan global. Polusi yang dihasilkan kendaraan berbahan bakar bensin seperti motor, mobil dan kendaraan lainnya dimana dari hasil pembuangannya menghasilkan gas karbon dioksida yang berlebihan. Gas karbon dioksida merupakan penyebab utama terjadinya pemanasan global karena karbon dioksida adalah gas yang memerangkap panas sehingga tidak dapat keluar ke angkasa. 
  • Polusi Metana oleh Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan : Gas metana menempati urutan kedua sebagai penyebab utama terjadinya pemanasan global. Gas metana dapat berasal dari bahan-bahan organik yang kekurangan oksigen dari hasil pemecahan bakteri seperti di persawahan, sedangkan pada peternakan, seperti usus hewan ternak, meningkatnya produksi hewan ternak maka meningkatnya pula gas metana yang dilepaskan ke permukaan bumi. 
  • Pengrusakan Hutan : Hutan berfungsi dalam menyerap karbon dioksida dan mengeluarkan oksigen, jika hutan rusak akibat dari penebangan dan pembakaran, maka yang terjadi adalah jumlah karbon dioksida yang diserap oleh hutan sedikit, dan semakin banyak karbon yang berkumpul di atmosfer yang menyebabkan terjadinya pemanasan global. 
  • Pemboroson Energi Listrik :Energi listrik sebagian besar kita gunakan adalah hasil pembakaran dari pembakaran minyak bumi dan batu bara, dimana hasil pembakaran tersebut menghasilkan karbon dioksida 
  • Populasi Kendaraan yang Terus Meningkat : Meningkatnya jumlah kendaraan maka karbon dioksida pun yang dihasilkan dari kendaraan tersebut akan bertambah banyak dan tentu saja menimbulkan pemanasan global. 
  • Pembakaran Sampah Secara Berlebihan : Pembakaran sampah berlebihan yang dilakukan secara massal akan menyebabkan terjadinya pemanasan global karena dari hasil pembakaran sampah tersebut adalah gas metana, yang dapat memerangkap panas. 
Dampak Pemanasan Global (Global Warming) - Pemanasan global mempunyai dampak/ akibat yang sangat luas yang tentunya memberikan pengaruh bagi kehidupan di bumi, terutama kehidupan manusia. Dampak pemanasan global adalah sebagai berikut... 
  • Gunung-gunung es akan mencair 
  • Curah hujan akan meningkat dan badai akan sering terjadi
  • Air tanah cepat menguap yang akan menyebabkan kekeringan
  • Angin akan bertiup lebih kencang dengan pola yang berbeda-beda yang dapat membentuk angin puting beliung
  • Cuaca menjadi sulit diprediksi dan lebih ekstrem, baik itu hujan ekstrem atau kekeringan ekstrem
  • Kenaikan permukaan laut yang sangat banyak akan menyebabkan Tsunami, banjir dan pulau-pulau akan tenggelam. 
  • Menyebabkan kekeringan di wilayah pertanian sehingga tanaman akan rusak 
  • Dapat mengakibatkan gagal panen akibat dari cuaca yang ekstem dengan terjadi banjir yang mengakibatkan tanaman pertanian akan terendam
  • Meningkatnya hama pangan akibat dari perubahan iklim 
  • Populasi hewan dan tumbuhan akan menurun 
  • Meluasnya berbagai penyakit yang dapat menyerang manusia seperti DBD, malaria. 
  • Meningkatnya kasus orang meninggal akibat dari cuaca yang panas seperti jantung, stroke, dehidrasi, dan stress. 



Variasi Matahari selama 30 tahun terakhir.
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an. Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuwan dari Duke University memperkirakan bahwa matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan suhu rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat perkiraan berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh. Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuwan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.
Hasil pengukuran konsentrasi CO2 di Mauna Loa
Pada awal 1896, para ilmuwan beranggapan bahwa membakar bahan bakar fosil akan mengubah komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan suhu rata-rata global. Hipotesis ini dikonfirmasi tahun 1957 ketika para peneliti yang bekerja pada program penelitian global yaitu International Geophysical Year, mengambil sampel atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai.
Hasil pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer. Setelah itu, komposisi dari atmosfer terus diukur dengan cermat. Data-data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa memang terjadi peningkatan konsentrasi dari gas-gas rumah kaca di atmosfer.
Para ilmuwan juga telah lama menduga bahwa iklim global semakin menghangat, tetapi mereka tidak mampu memberikan bukti-bukti yang tepat. Suhu terus bervariasi dari waktu ke waktu dan dari lokasi yang satu ke lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk memperoleh data-data yang menunjukkan suatu kecenderungan (trend) yang jelas. Catatan pada akhir 1980-an agak memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini, akan tetapi data statistik ini hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya.
Stasiun cuaca pada awalnya, terletak dekat dengan daerah perkotaan sehingga pengukuran suhu akan dipengaruhi oleh panas yang dipancarkan oleh bangunan dan kendaraan dan juga panas yang disimpan oleh material bangunan dan jalan. Sejak 1957, data-data diperoleh dari stasiun cuaca yang terpercaya (terletak jauh dari perkotaan), serta dari satelit. Data-data ini memberikan pengukuran yang lebih akurat, terutama pada 70 persen permukaan planet yang tertutup lautan. Data-data yang lebih akurat ini menunjukkan bahwa kecenderungan menghangatnya permukaan Bumi benar-benar terjadi. Jika dilihat pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun terhangat selama seratus tahun terakhir terjadi setelah tahun 1980, dan tiga tahun terpanas terjadi setelah tahun 1990, dengan 1998 menjadi yang paling panas.
 
Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun 2001, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa suhu udara global telah meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861. Panel setuju bahwa pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh aktivitas manusia yang menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi peningkatan suhu rata-rata global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.

Planet Tata Surya

Planet-Planet a.Merkurius Merkurius adalah planet dalam yang terkecil dan termasuk paling dekat dengan Matahari, jarak rata-rat...