Kamis, 30 Maret 2017

Keterampilan berfikir kreatif

Berpikir Kreatif adalah menghubungkan ide atau hal-hal yang sebelumnya tidak berhubungan. Dalam kenyataan teknik modern timbul semboyan yang menarik (jargon) atau istilah khas yang menjadi bahasa golongan tertentu. Begitu pula tak terkecuali Berpikir Kreatif yang memiliki empat kata khas yaitu imajinatif. Tidak dapat diramalkan. Divergen dan lateral. Nicholl (Rohaeti, 2008 : 18) mengatakan bahwa langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menjadi orang kreatif adalah: mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya; berpikir empat arah; memunculkan banyak gagasan; mencari kombinasi terbaik dari gagasan-gagasan itu; memutuskan mana kombinasi terbaik; dan melakukan tindakan.
Pembahasan mengenai definisi kreativitas tersebut menunjukkan adanya keragaman perspektif mengenai kreativitas. Keragaman tersebut memberikan tantangan terkait pemaknaan terhadap bagaimana upaya mengembangkan berpikir kreatif siswa melalui pembelajaran sains. Walaupun beragam definisi setidaknya dapat disimpulkan dasar dari pembelajaran berbasis kreativitas: 1) setiap siswa memiliki potensi untuk kreatif; dan 2) kreativitas berkenaan dengan upaya memadukan komponen yang belum padu menjadi lebih bermakna.
Kreativitas dalam pembelajaran sains secara umum berkenaan dengan kreativitas akademik. Menurut Torrance & Goff (1990), kreativitas akademik merupakan ‘process of thinking about, learning and producing information in school subjects such as science, mathematics and history’. Dalam hal belajar sains siswa pada dasarnya lebih menyukai belajar kreatif daripada menghafal informasi yang diberikan guru. Belajar kreatif dipandang akan mempercepat pemahaman siswa karena dapat mengembangkan kemampuan menghubungkan aktivitas imajinatif; menjadi imajinatif menunjukkan kemampuan untuk menginterpretasi sesuatu secara tidak biasa. Sementara itu, Standler (1998) mencoba membedakan kreativitas dengan intelejensia: orang yang pandai memiliki kemampuan untuk belajar dan berpikir, sementara orang yang kreatif melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Namun demikian, pada dasarnya kedua jenis kemampuan tersebut saling mendukung dan mengembangkan.
Dalam konteks pendidikan di sekolah, Cropley (1992) mengajukan definisi pembelajaran berbasis kreativitas sebagai proses yang mengembangkan kapasitas untuk memperoleh gagasan. Hal serupa dikemukakan oleh Higgins (1994) yang mendefinisikan kreativitas sebagai "the process of generating something new that has value" yang berkaitan dengan istilah inovasi yang diartikan sebagai "a creation that has a significant value".
B. KREATIVITAS DAN SAINS: KARAKTER ILMUWAN DAN SISWA YANG KREATIF

Sejarah sains menunjukkan bahwa dalam setiap generasi terlahir ilmuwan yang menghasilkan karya yang bermanfaat, inovatif dan bermakna untuk pemecahan masalah kehidupan. Mereka adalah ilmuwan yang kreatif. Weisberg (1986) membedakan kriteria antara ilmuwan yang kreatif dan yang kurang kreatif. Pertama, ilmuwan yang kreatif memiliki pola pikir yang fleksibel dan pemikiran yang berbeda (new ideas) yang efektif dan etis. Hal ini yang menyebabkan kelompok ini dapat menghindari upaya-upaya yang tidak produktif dan memiliki pendekatan yang berbeda terhadap suatu pemecahan masalah. Kedua, ilmuwan yang kreatif bersifat terbuka terhadap permasalahan yang dihadapi sehingga menjadikannya lebih mampu mengeksplorasi pengalaman baru dan mengamati fenomena secara cermat. Karakteri inilah yang menjadikan mereka dapat mengenali potensi yang ada untuk menghasilkan suatu terobosan (breakthrough).
Dalam konteks pendidikan sains, walaupun tidak semua siswa akan menjadi saintis (cf. Suratno, 2007), penekanan pada berpikir kreatif menjadi penting. Sebagaimana dikemukakan oleh banyak pakar pendidikan sains (e.g. Suratno, 2006; Osborne, 2005; Leach & Scott, 2000), terdapat kesamaan pola pikir generik antara saintis dengan siswa. Dalam konteks berpikir kreatif, dua karakteristik yang telah dijelaskan di muka membagi siswa ke dalam dua kelompok: siswa yang kreatif dan siswa yang kurang kreatif. Dalam hal ini, siswa yang kreatif memiliki pemikiran yang fleksibel terhadap berbagai kemungkinan variabel yang melekat pada suatu fenomena (berpikir multiperspektif. Fleksibilitas ini menjadikan siswa kreatif bersifat terbuka terhadap berbagai pengalaman sehingga menjadi peka terhadap permasalahan dan berbagai atribut dari suatu fenomena.
Siswa yang kreatif memiliki kecenderungan untuk tidak cepat puas terhadap suatu penjelasan. Biasanya mereka bersikap skeptik, mempertentangkan ataupun berusaha menilai argumentasi dari suatu penjelasan (cf. Osborne, 2005; Suratno, 2007). Selain itu, siswa yang kreatif memiliki sifat elaboratif: menganalisis detail dari suatu penjelasan atau fenomena yang mereka temukan (discovery) atau selidiki (investigation) (Meador, 1997).
Kesamaan tersebut juga dapat dilihat dari kerangka pikir yang dikembangkan oleh Torrance (1996) dalam menganalisis tingkat kreativitas. Fluency (fasih) berkenaan dengan
jumlah gagasan yang dihasilkan, fleksibilitas terkait dengan ragam pendekatan/metode dan originalitas berkenaan dengan ‘kebaruan’ (novelty) atau keunikan dari gagasan yang dihasilkan Identifikasi karakteristik siswa yang kreatif tersebut dapat menjadi dasar dalam pengembangan strategi belajar yang mendukung bagaimana siswa dapat berpikir kreatif dalam pembelajaran sains.
process of generating something new that has value" yang berkaitan dengan istilah inovasi yang diartikan sebagai "a creation that has a significant value". Oleh karena itu, pembelajaran sains berbasis kreativitas menekankan pada fasilitasi siswa untuk menghasilkan gagasan baru yang efektif dan etik (memiliki makna dan nilai). Dalam hal ini, kreativitas tidak hanya terkait gagasan baru, tetapi bagaimana gagasan baru tersebut dapat memecahkan masalah secara efektif (berguna/bermanfaat) dan memiliki nilai etis (tepat, tidak bermasalah secara normatif). Kreativitas bukanlah berpikir imajinatif secara liar, tetapi lebih kepada berpikir kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapi secara tepat (Craft, 2000).
Walaupun terdapat berbagai definisi mengenai kreativitas, sebagian besar pakar memiliki kesepahaman terkait dengan lima fase dari proses kreatif (Guilford, 1975; Idris, 2006). Pertama, Fase Persiapan, memperoleh gagasan, merasakan dan mendefinisikan masalah. Kedua, Fase Konsentrasi, memfokuskan pada masalah tertentu. Ketiga, Fase Inkubasi, keluar dari permasalahan –hipotesis pemecahan masalah. Keempat, Fase Iluminasi, kemunculan gagasan. Kelima, Fase Elaborasi, pengujian gagasan. Kelima fase tersebut mencerminkan bahwa proses pembelajaran yang menekankan pada kreativitas siswa membutuhkan struktur tugas yang memfasilitasi proses menghasilkan gagasan dan ragam pemecahan masalah, bukan drilling, pemahaman permukaan ataupun pembahasan satu jawaban tertentu (Torrance, 1982).

C. Keterampilan Berfikir Kreatif
     Keterampilan berpikir kreatif adalah keterampilan kognitif untuk memunculkan dan mengembangkan gagasan baru, ide baru sebagai pengembangan dari ide yang telah lahir sebelumnya dan keterampilan untuk memecahkan masalah secara divergen (dari berbagai sudut pandang). Dalam penelitian ini keterampilan berfikir kreatif yang diukur mencakup empat aspek (William dalam Munandar, 1987: 88-91) yaitu: (1) fluency (berpikir lancar), (2) flexibility (berpikir luwes), (3) originality (orisinalitas berpikir), (4) elaboration (penguraian). Untuk mengukur keterampilan berpikir kreatif ini digunakan tes uraian untuk memperoleh data keterampilan berpikir kreatif sebelum dan sesudah pembelajaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Planet Tata Surya

Planet-Planet a.Merkurius Merkurius adalah planet dalam yang terkecil dan termasuk paling dekat dengan Matahari, jarak rata-rat...